Cari Blog Ini

Minggu, 21 April 2024

Inilah Aslinya Jimat Pusaka Alam “Kalimasada” Simbolisme Semesta Wahyu Cakraningrat

Di sini saya tidak ingin mengomentari manuver politik “Kelompok Relawan Gerakan 08” yang mengaku pendukung Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka berencana mendatangkan paranormal dalam aksi damai di depan Kantor Mahkamah Konstitusi, (19/4). Dalam jumpa persnya, Ketua Relawan Gerakan 08, Revitriyoso Husodo, menyebut Prabowo – Gibran telah mendapat yang dalam cerita perwayangan dikenal sebagai wahyu cakraningrat. “Prabowo-Gibran telah menerima wahyu itu dan dikehendaki untuk memimpin Indonesia,” ujarnya. Sayangnya, Revi tidak menjelaskan secara rinci rupa wahyu cakraningrat yang sering disebut di cerita perwayangan. Adapun salah satu wujud jimat atau pusaka tersebut bernama Kalimasada. Di mana Kalimasada adalah nama sebuah pusaka dalam dunia pewayangan yang dimiliki oleh Prabu Puntadewa (alias Yudistira), pemimpin para Pandawa. Pusaka Kalimasada ini merupakan benda yang sangat dikeramatkan dalam Kerajaan Amarta. Di antara pusaka-pusaka Kerajaan Amarta, pusaka Kalimasada menempati peringkat utama. Dan, dalam kisah pedalangan banyak yang bercerita tentang upaya musuh-musuh Pandawa untuk mencuri Kalimasada. Dalam cerita pedalangan lakon “Petruk Dadi Ratu”. Di mana dalam kisah tersebut diceritakan, karena hasrat berkuasa yang tak terkendali untuk menjadi seorang seorang raja, Petruk yang sejatinya punakawan, kemudian mencuri pusaka Kalimasada. Setelah berhasil mencuri pusaka Kalimasada yang bukan haknya kuasa menjadi raja, ternyata “Petruk Dadi Ratu” mabuk kepayang oleh kekuasaan, lupa diri sejati dirinya, dan menjalankan pemerintahan abuse of power. Sebetulnya saya tidak ingin menuliskan ini, lantaran jimat pusaka “Kalimasada” ini rahasia semesta berupa ayat-ayat kauniyah bambu unik sebagai pusaka alam, simbolisme semesta wahyu cakraningrat. Dalam kosmologi Jawa dikatakan bahwa kekuasaan itu universum, dalam artian bahwa kekuasaan tidak lepas atau tidak bisa dipisahkan campur tangan alam semesta, dan menjadikan bahwa kekuasaan itu hadir sebagai sesuatu yang agung dan sakral. Sebagaimana ditemui dalam kosmologi budaya Jawa, bahwa kekuasaan itu tidak sekedar sebagai sebuah legitimasi politis, di dalamnya juga melekat sesuatu yang agung, mulia, keramat, sakral, dan mengandung dimensi metafisis yang berasal dari "dunia Atas" yang sering ditafsirkan sebagai pulung atau wahyu cakraningrat. Manusia tak akan mampu sepenuhnya menjangkau membuka tabir misteri Dzat Allah, tapi setidaknya di sini manusia selain diajak mentafakuri atas kebesaran Sanghyang Khaliq, lewat perupaan aneka ciptaan-Nya, seperti halnya pada bambu unik “Kalimasada”. Lewat tanda-tanda kebesaran alam, walau hanya dari sepotong bambu unik, setidaknya semakin menebalkan keimanan dan ketakjuban atas kebesaran Sanghyang Kaliq, Tuhan Semesta Alam. Tak ada yang tak ada atas kehendak kuasa-Nya.Semoga pulung atau wahyu cakraningrat berikutnya berupa pusaka Kalimasada akan berada di tangan “tuannya”, sosok pemimpin yang tepat, satrio pinilih prabowo notonegoro.

Yuk Ngaji Pusaka Alam Bambu Unik “Kalimasada” Sebagai Pesan Semesta Ayat-Ayat Kauniyah

Dalam khasanah pengaji deling (bambu unik) Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN), yang dimaksud “ngaji deling” adalah membaca apa yang tersurat dan tersirat di balik simbolisasi keunikan bambu unik Dari simbolisasi bahasa tanda, kita diajak membaca, menterjemahkan dan memberi arti dari makna pesan yang tersembunyi didalamnya, Lewat kitab tanpo waton ora tinulis ning iso diwoco, kitab tak tertulis tapi bisa dibaca, kita diajak membaca simbolisasi ayat-ayat alam bambu unik, serta makna simboliknya sebagai ayat-ayat kauniyah. Pusaka Alam Disebut sebagai pusaka alam, ia mawujud bukan hasil rekayasa kerajinan tangan manusia. Ia mawujud langsung dari alam yang memanifestasikan diri dalam simbol-simbol khusus yang membawa pesan-pesan alam yang tersembunyi di dalamnya untuk dibaca manusia. Di sini kita juga diajak: ngaji rasa, ngaji diri. Sekaligus kita juga diajak memasuki dimensi “Kesadaran Ilahiyah”, atau dengan kata lain membawa kita memasuki dimensi “Transendensi”. Pada dimensi “Transendensi”, menurut sufisme Ibn ‘Arabi, manusia bukan saja diajak “dialogis” dengan dimensi kosmologis, juga mengalami perjumpaan dengan dimensi teofani, yang disebutnya sebagai “imajinasi kreatif”. Sedang oleh filsuf eksistensialis Karl Jaspers, “Transendensi” adalah nama untuk keilahian yang tersembunyi diwujudkan dalam chiffer-chiffer yang berarti “tanda rahasia” berupa simbol-simbol yang masih diselimuti misteri. Ayat-Ayat Kauniyah Sebagai ayat-ayat kauniyah, ia tersembunyi, sehingga banyak jawaban yang harus dicari sendiri. Walau kita sebagai manusia tidak akan mampu menjangkau membuka keseluruhan tabir rahasia misteri alam semesta, tapi setidaknya dengan “Kesadaran Ilahiyah”, di sini kita diajak mentafakuri. Kalimasada Lewat tanda-tanda kebesaran alam, walau hanya dari sepotong bambu, setidaknya kita diajak membaca simbolisme yang terirat dan tersirat sebagai pesan semesta ayat-ayat kauniyah “Kalimasada”. Lewat tanda-tanda kebesaran alam, walau hanya dari sepotong bambu unik “Kalimasada”, setidaknya semakin menebalkan keimanan dan ketakjuban atas kebesaran Sanghyang Khaliq, Tuhan Semesta Alam. Di sini lewat bahasa tanda “Kalimasada”, kita diajak membaca bambu mengungkap makna apa yang tersurat dan tersirat didalamnya. Tak ada yang tak ada atas kehendak kuasa-Nya.
AdSense
Ads

Gallery III

Gallery III