Cari Blog Ini
Selasa, 02 April 2024
Ngaji Deling, Ngaji Kandhel Eling Marang Sing Peparing, Ngaji Sangkan Paraning Dumadi
Kenapa bambu unik disebut sebagai pusaka alam, ia mawujud bukan hasil rekayasa kerajinan tangan manusia.
Ia mawujud langsung dari alam yang memanifestasikan diri dalam simbol-simbol khusus yang membawa pesan-pesan alam yang tersembunyi di dalamnya untuk dibaca manusia.
Di sini kita juga diajak: ngaji rasa, ngaji diri. Sekaligus juga diajak “Ngaji Deling” untuk senantiasa kandhel eling marang sing peparing; ngaji sangkan paraning dumadi, yang akan membawa pada “Kesadaran Ilahiyah”.
Dengan kata lain, dengan “Ngaji Deling” membawa kita memasuki dimensi “Transendensi – Bahasa Langit”.
Oleh filsuf eksistensialis Karl Jaspers, “Transendensi” adalah nama untuk keilahian yang tersembunyi diwujudkan dalam chiffer-chiffer yang berarti “tanda rahasia” berupa simbol-simbol yang masih diselimuti misteri.
Ia tersembunyi, sehingga banyak jawaban yang harus dicari sendiri.
Inti ngaji deling juga tidak sekedar membaca uniknya bambu unik, sekaligus juga mengajak manusia pada pengembaraan spiritual dalam hubungannya manusia sebagai jagad cilik (mikrokosmos) dan alam semesta sebagai jagad gede (makrokosmos) lewat ngaji bahasa deling.
Manusia tidak akan mampu menjangkau membuka tabir rahasia misteri alam semesta, selain mentafakuri.
Lewat tanda-tanda kebesaran alam, walau hanya dari sepotong bambu unik, setidaknya semakin menebalkan keimanan dan ketakjuban atas kebesaran Tuhan Semesta Alam. Tak ada yang tak ada atas kehendak kuasa-Nya.
Manusia tak akan mampu sepenuhnya menjangkau membuka tabir misteri Dzat Allah, tapi setidaknya di sini manusia selain diajak mentafakuri atas kebesaran Sanghyang Khaliq, juga bagaimana mengenalinya lewat perupaan aneka ciptaan-Nya.
Lewat tanda-tanda kebesaran alam setidaknya akan semakin menebalkan keimanan dan ketakjuban kita akan kebesaran Tuhan Semesta Alam sebagai Sang Maha Pencipta.
Alex Palit, pimpinan redaksi porostoday.id, pendiri Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN) dan Galeri Bambu Unik (GBU)
Jadilah Seperti Pohon Bambu
Jadilah seperti pohon bambu, semakin tinggi menjulang ujungnya akan melengkung. Ini mengajarkan, kepada manusia untuk senantiasa memiliki sifat andap asor, rendah hati.
Banyak dari filosofi, analogi atau metafora datang dari pohon bambu yang kemudian dijadikan nilai-nilai atau falsafah-falsafah dalam kehidupan sebagai kearifan lokal (local wisdom).
Filosofis, analogis atau metaforis dari bambu inipun kemudian dijadikan nilai-nilai ajaran atau pedoman hidup dalam budaya kehidupan suatu masyarakat, yang kemudian dikenal; ngelmu pring. Menimbah pelajaran hidup dari bambu.
Pohon bambu tidak saja sarat dengan nilai-nilai filosofis, banyak falsafah hidup, kearifan lokal, atau ajaran budi pekerti yang digali dari bambu.
Dalam berbagai hal, pohon bambu banyak dijadikan sebagai perumpamaan, sebagai local wisdom. Jadilah seperti pohon bambu.
Yakinlah, bahwa cobaan dan rintangan itu akan berlalu. Setelah itu segeralah bangkit dan berdiri tegak, seperti pohon bambu.
Bahkan ada disebutkan, selain kemanfaatannya, bahwa pohon bambu simbolik sejatining diri, seperti yang disimbolisasikan di bambu unik.
Di mana setiap keunikan bambu melambangkan tahapan ilmu jatidiri. Setidaknya itu yang bisa kita dapati dari bambu dalam kehidupan.
Alex Palit, pimpinan redaksi porostoday.id, pendiri Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN) dan Galeri Bambu Unik (GBU)
Yuk Ngaji Bambu Unik Kitab Tak Tertulis Tapi Bisa Dibaca
Dalam khasanah pengaji deling (bambu unik) Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN), yang dimaksud “ngaji deling” adalah membaca apa yang tersurat dan tersirat di balik simbolisasi keunikan bambu unik sebagai kitab tanpo waton ora tinulis ning iso diwoco, membaca kitab tak tertulis, tidak ditulis tapi bisa dibaca.
Dari simbolisasi bahasa tanda, baik yang tersurat dan tersirat dalam bambu unik, kita diajak membaca, menterjemahkan dan memberi arti dari makna pesan yang tersembunyi didalamnya untuk kemudian dipahami oleh tindakan batin atau pengalaman batin, dan kemudian dimaknai lebih jauh lagi sebagai pedoman atau tindakan di tengah kehidupan.
Dalam khasanah budaya Jawa, ngaji deling inipun oleh leluhur nenek moyang dipakai sebagai pedoman atau sarana ajaran budi pekerti sebagai kitab nyoto seng alami sejareno laku urip, kitab nyata yang alami sebagai pedoman hidup, sebagai sarana pedoman ajaran budi pekerti.
Begitupun lewat “ngaji deling” kitab tanpo waton ora tinulis ning iso diwoco, tidak sekedar mengajak kita: ngaji rasa, ngaji diri. Dalam hal ini sekaligus membangunkan kesadaran kita “membaca diri” agar lebih baik lagi dalam menapaki hidup dan kehidupan.
Dari makna simbolik atau bahasa tanda yang mawujud berupa ayat-ayat yang ada di bambu unik, kita diajak membaca apa yang tak tertulis tapi bisa dibaca dari ragam makna yang tersurat sampai tersirat sesuai takaran masing-masing.
Yang mana semua ini dapat dirasakan dari “getaran rasa” energi kosmologi yang meruang-lingkupi yang ada di simbolisasi, makna simbolik atau bahasa tanda simbolis bambu unik tersebut.
Inti ngaji deling juga tidak sekedar membaca uniknya bambu unik, sekaligus juga mengajak manusia pada pengembaraan spiritual dalam hubungannya manusia sebagai jagad cilik (mikrokosmos) dan alam semesta sebagai jagad gede (makrokosmos) lewat ngaji bahasa deling.
Manusia tidak akan mampu menjangkau membuka tabir rahasia misteri alam semesta, selain mentafakuri.
Lewat tanda-tanda kebesaran alam, walau hanya dari sepotong bambu unik, setidaknya semakin menebalkan keimanan dan ketakjuban atas kebesaran Tuhan Semesta Alam. Tak ada yang tak ada atas kehendak kuasa-Nya.
Manusia tak akan mampu sepenuhnya menjangkau membuka tabir misteri Dzat Allah, tapi setidaknya di sini manusia selain diajak mentafakuri atas kebesaran Sanghyang Khaliq, juga bagaimana mengenalinya lewat perupaan aneka ciptaan-Nya.
Lewat tanda-tanda kebesaran alam setidaknya akan semakin menebalkan keimanan dan ketakjuban kita akan kebesaran Tuhan Semesta Alam sebagai Sang Maha Pencipta.
Kendati itu hanya dari perupaan wujud sepotong bambu unik. Di sini kita diajak membaca, menafsir, menterjemahkan dan memaknai apa yang tersurat dan tersirat di balik spesifikasi keunikan makna simbolik bahasa tanda tersebut.
Alex Palit, pimpinan redaksi porostoday.id, pendiri Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN) dan Galeri Bambu Unik (GBU)
Minggu, 31 Maret 2024
Yuk Ngaji Ayat-Ayat Semesta Bambu Unik sebagai Ayat-Ayat Kauniyah
Lewat kitab tanpo waton ora tinulis ning iso diwoco, kitab tak tertulis tapi bisa dibaca, pembaca akan diajak membaca simbolisasi ayat-ayat alam bambu unik, serta makna simboliknya sebagai ayat-ayat kauniyah.
Disebut sebagai pusaka alam, ia mawujud bukan hasil rekayasa kerajinan tangan manusia. Ia mawujud langsung dari alam yang memanifestasikan diri dalam simbol-simbol khusus yang membawa pesan-pesan alam yang tersembunyi di dalamnya untuk dibaca manusia.
Di sini kita juga diajak: ngaji rasa, ngaji diri. Sekaligus juga diajak, yang akan membawa pada “Kesadaran Ilahiyah”, dengan kata lain membawa kita memasuki dimensi “Transendensi”.
Pada dimensi “Transendensi” inilah yang dalam alam sufisme Ibn ‘Arabi, manusia bukan saja diajak “dialogis” dengan dimensi kosmologis, juga mengalami perjumpaan dengan dimensi teofani, yang disebutnya sebagai “imajinasi kreatif”.
Oleh filsuf eksistensialis Karl Jaspers, “Transendensi” adalah nama untuk keilahian yang tersembunyi diwujudkan dalam chiffer-chiffer yang berarti “tanda rahasia” berupa simbol-simbol yang masih diselimuti misteri.
Sebagai ayat-ayat kauniyah, ia tersembunyi, sehingga banyak jawaban yang harus dicari sendiri.
Walau manusia tidak akan mampu menjangkau membuka keseluruhan tabir rahasia misteri alam semesta, tapi setidaknya di sini kita diajak mentafakuri.
Lewat tanda-tanda kebesaran alam, walau hanya dari sepotong bambu unik, setidaknya semakin menebalkan keimanan dan ketakjuban atas kebesaran Tuhan Semesta Alam.
Tak ada yang tak ada atas kehendak kuasa-Nya. (Alex Palit)
Sabtu, 30 Maret 2024
Kamis, 28 Maret 2024
Langganan:
Postingan (Atom)
AdSense
Ads